Minggu, 24 Agustus 2014

KURVA PHILLIPS



Kurva Phillips merupakan kurva yang menunjukkan kombinasi inflasi dan pengangguran yang naik pada jangka pendek ketika pergeseran pada kurva permintaan agregat menggerakkan perekonomian di sepanjang kurva penawaran agregat jangka pendek. Kenaikan permintaan agregat terhadap barang atau jasa dalam jangka pendek mengakibatkan hasil produksi barang dan jasa yang lebih besar dan tingkat harga yang lebih tinggi. Hasil produksi yang lebih besar berarti pengerjaan yang lebih tinggi pula sehingga tigkat pengangguran lebih rendah. Selain itu berapapun tingkat harga pada tahun sebelumnya, semakin tinggi tingkat harga pada tahun berjalan, semakin tinggi pula inflasi. Oleh karena itu, pergeseran pada permintaan agregat mendorong inflasi dan pengangguran ke arah yang berlawanan pada jangka pendek.

Dalam jangka pendek, penurunan satu tingkat berarti menaikkan yang lainnya. Tetapi kurva Phillips jangka pendek cenderung bergeser terus selama inflasi yang diharapkan dan faktor lainnya berubah. Apabila pembuat kebijakan bermaksud menjaga pengangguran di bawah NAIRU (the nonaccelerating inflation rate of unemployment) inflasi akan cenderung naik. Kurva Phillips menandaskan bahwa tingkat pengangguran yang rendah akan selalu dapat dipertahankan dengan mendorong sedikit laju inflasi. Laju inflasi akan selalu dapat diturunkan dengan membiarkan terjadinya kenaikan angka pengangguran atau dengan kata lain terjadi tradeoff antara inflasi dengan tingkat pengangguran. Kurva Phillips juga dapat digunakan untuk menganalisis pilihan kebijakan yang dihadapi pembuat kebijakan dengan menentukan perkiraan inflasi. Asumsi yang paling sederhana adalah karena orang pernah mengalami inflasi sehingga tingkat inflasi diperkirakan berdasarkan tingkat inflasi sebelumnya. Asumsi ini disebut adaptive expectation.
Terdapat beberapa tahapan bagaimana terjadinya pergeseran Kurva Phillips yaitu pada periode awal, pengangguran berada pada tingkat normal, tidak terdapat permintaan atau penawaran yang mencolok, selanjutnya pada periode kedua peningkatan yang cepat pada output selama ekspansi ekonomi menurunkan tingkat pengangguran. Seiring menurunnya pengangguran, perusahaan cenderung merekrut pekerja lebih banyak lagi, memberikan peningkatan upah yang lebih besar dari biasanya. Saat output melebihi potensinya, utilitas kapasitas meningkat dan penggelembungan dana meningkat, upah dan harga mulai naik. Pada periode ketiga, dengan naiknya inflasi maka perusahaan dan pekerja akan  mengharapkan inflasi yang lebih tinggi. Harapan inflasi yang lebih tinggi tampak dalam keputusan upah dan harga. Tingkat ekspektasi inflasi lalu meningkat. Tingkat ekspektasi inflasi meningkat diatas kurva phillip awal yang menunjukkan tingkat ekspektasi inflasi yang lebih tinggi.

kreativitas (Pembentukan Karakter Individu)



BAB 1. LATAR BELAKANG
Keberhasilan seseorang untuk masa depan sering kali diukur dari tingkat kecerdasan. Padahal kecerdasan hanya ditinjau dari aspek intelektual. Pada otak kita terdapat beberapa kecerdasan yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Di Indonesia pengembangan kecerdasan anak untuk menuju tingkat keberhasilan atau kesuksesan dalam berhasil itu ditinjau dari intelektual, misalnya dalam sistem pendidikan Indonesia menekankan tingkat kecerdasan dinilai dari segi matematika (logika) dan bahasa. Dalam praktek, anak akan mengalami kenaikan kelas dinilai dari aspek tersebut. Padahal ini adalah satu pemikirin kecerdasan yang masih tradisional.
Para ahli melihat bakat seseorang dari tes intelegensi (IQ) yang berasal dari kecerdasan. Tapi sekarang para ahli memaparkan anak berbakat meliputi beberapa ciri yaitu kemampuan di atas rata-rata, kreativitas, pengikatan diri (tanggung jawab terhadap tugas). Masing-masing ciri ini memiliki penjabaran tersendiri missal kemapuan di atas rata-rata mencakup beberapa antara lain mempunyai abstraksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan memecahkan masalah. Akan tetapi, kecerdasan yang cukup tinggi belum menjamin keberbakatan seseorang. Kreatifitas sebagai kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya, adalah sama pentingnya. Demikian juga berlaku bagi pengikatan diri terhadap tugas yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet meskipun mengalami macam-macam rintangan dan hambatan, melakukan dan menyelesaikan tugas yang telah menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah mengikatnya diri terhadap tugas tersebut atas kehendaknya sendiri.
 
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Kreativitas
Menurut Drucker (2012), kreativitas merupakan penemuan atau asal usul setiap hal baru (produk, solusi, karya seni, karya sastra, lelucon, inovasi, dll) yang memiliki nilai. Dari definisi diatas, arti kreativitas menekankan pada dua hal utama, yaitu “baru” dan “nilai”. Kata “baru” berarti hal yang belum ada sebelumnya atau inovatif dari sudut pandang individu, komunitas atau masyarakat di wilayah tertentu. Kata “nilai” berarti manfaat yang dirasakan oleh individu, komunitas atau masyarakat di daerah tertentu. Kreativitas juga diartikan sebagai kecenderungan untuk menghasilkan ide-ide atau mengenali, alternatif, atau kemungkinan yang mungkin berguna dalam memecahkan masalah, berkomunikasi dengan orang lain, dan menghibur diri kita sendiri dan orang lain. Setiap tindakan, ide, atau produk akan mengubah aturan yang ada, atau yang mengubah aturan yang ada ke aturan yang baru.
Menurut Mudjiran (2007), kreativitas bersifat universal dan tampak (wujud) melalui berbagai bentuk dalam kehidupan sehari-hari. Kreativitas merupakan salah satu potensi manusiawi yang ada pada diri individu dengan derajat yang bervariasi satu sama lainnya. Kreativitas mencangkup kemampuan-kemampuan mental, yaitu kemampuan mengubah pendekatan terhadap masalah yang dihadapi, kemampuan menampilkan ide-ide yang baru dan terkait dengan sesuatu persoalan, kemampuan melihat lebih jauh suatu peersoalan yang sedang di hadapi, dan kemampuan merumuskan kembali permasalahan atau berbagai aspek dari permasalahan tersebut. Di sisi lain, rumusan kreativitas dilihat dari kemampuan menciptakan, yang merupakan kemampuan seseorang untuk mengaitkan pengalaman-pengalaman masa lampau dan menampilkannya kembali dalam pola, ide, ataupun produk-produk baru. Kreativitas dan inteligensi itu tidak sama. Inteligensi berkaitan dengan kemampuan berfikir kovergent. Sedangkan kreativitas dikaitkan kemampuan berfikir divergent; keduanya saling berkaitan dan saling mengisi. Kemampuan berfikir divergent itu, atau kreativitas, keduanya memeliki ke empat ciri, yaitu ciri yang berkenaan dengan:
1. Kelancaran (fluency), adanya ide yang banyak dan luas, karya dalam perbendaharaan kata dan cara penyampaian sesuatu.
2. Keluesan (flexibility), digunakannya ide dan cara baru dalam mengenai permasalahan.
3. Keaslian (originality), difikirkannya ide-ide, dan kemungkinan-kemungkinan yang tidak biasa atau ganjil.
4. Elaborasi (elaboration),dipakainya berbagai rincian dalam mengemukakan sesuatu atau merespon.

2.2  Ciri-ciri Orang atau Remaja Kreatif
Salah satu kemampuan manusia yang kreatif terwujud melalui keberadaan manusia itu sendiri. Tingkah laku individu beserta hasilnya di warnai oleh kreativitas yang berkembang dalam diri individu itu. Individu yang memiliki potensi kreativitas tinggi menunjukkan sikap dan perilaku yang kadang-kadang tidak dimiliki oleh kebanyakan orang. Menurut Utami (2004), ada tiga kondisi dari pribadi kreatif yang merupakan ciri khas perilaku kreatif:
1.    Keterbukaan terhadap pengalaman.
2.    Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation)
3.    Kemampuan untuk bereksperimen, untuk bermain dengan konsep-konsep.
Menurut Torrenc dan Dembo (dalam Utami, 2004) mengemukakan beberapa ciri orang kreatif antara lain:
1.Suka humor, tidak kaku dan tidak tegang dalam bekerja.
2. Suka pada pekerjaan menantang.
3. Cukup kuat memusatkan perhatian.
4. Suka mengemukakan ide-ide baru yang bersifat imajinatif.
5. Lebih sensitif terhadap keadaan orang lain.
6. Tidak banyak terikat pada kelompoknya.
7. Mampu memunculkan ide-ide yang aneh.
8. Fleksibel / tidak kaku.
9. Terbuka terhadap ide / penemuan baru.
10. Memiliki konsep diri positif.

2.2  Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Berkembangnya Kreativitas
Menurut Utami (2004), perkembangan kreativitas dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:
1.        Faktor internal, yaitu faktor yang berasal dari atau terdapat pada diri individu yang bersangkutan. Faktor ini meliputi keterbukaan, locus of control yang internal, kemampuan untuk bermain atau bereksplorasi dengan unsur-unsur, bentuk-bentuk, konsep-konsep, serta membentuk kombinasi-kombinasi baru berdasarkan hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
2.        Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor-faktor ini antara lain meliputi keamanan dan kebebasan psikologis, sarana atau fasilitas terhadap pandangan dan minat yang berbeda, adanya penghargaan bagi orang yang kreatif, adanya waktu bebas yang cukup dan kesempatan untuk menyendiri, dorongan untuk melakukan berbagai eksperimen dan kegiatan-kegiatan kreatif, dorongan untuk mengembangkan fantasi kognisi dan inisiatif serta penerimaan dan penghargaan terhadap individual.
Menurut Wahyono (2012), Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kreativitas antara lain:
1.    Dorongan dari dalam diri sendiri (motivasi intrinsik)
Setiap individu memiliki kecenderungan atau dorongan dari dalam dirinya untuk berkreativitas, mewujudkan potensi, mengungkapkan dan mengaktifkan semua kapasitas yang dimilikinya. Dorongan ini merupakan motivasi primer untuk kreativitas ketika individu membentuk hubungan-hubungan baru dengan lingkungannya dalam upaya menjadi dirinya sepenuhnya. Individu harus memiliki motivasi intrinsik untuk melakukan sesuatu atas keinginan dari dirinya sendiri, selain didukung oleh perhatian, dorongan, dan pelatihan dari lingkungan. Kondisi internal (interal press) yang dapat mendorong seseorang untuk berkreasi diantaranya:
  1. Keterbukaan terhadap pengalaman
  2. Kemampuan untuk menilai situasi sesuai dengan patokan pribadi seseorang (internal locus of evaluation)
  3. Kemampuan untuk bereksperimen atau “bermain” dengan konsep- konsep.

2.        Dorongan dari lingkungan (motivasi ekstrinsik)
Lingkungan yang dapat mempengaruhi kreativitas individu dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan kekuatan yang penting dan merupakan sumber pertama dan utama dalam pengembangan kreativitas individu. Pada lingkungan sekolah, pendidikan di setiap jenjangnya mulai dari pra sekolah hingga ke perguruan tinggi dapat berperan dalam menumbuhkan dan meningkatkan kreativitas individu. Pada lingkungan masyarakat, kebudayaan-kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat juga turut mempengaruhi kreativitas individu.
 DAFTAR PUSTAKA

Drucker , Peter F. 2012. Beberapa Pengertian Kreativitas. http://suksesitubebas.com/2012/09/26/pengertian-kreativitas/. Serial Online.

Mudjiran, Dkk. 2007. Buku Ajar; Perkembangan Peserta Didik. Padang: UNP Press.

Utami, Munandar. 2004. Perkembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Wahyono, Budi. 2012. Inteligensi dan Kreativitas. http://www.pendidikanekonomi.com/2012/05/inteligensi-dan-kreativitas.html. Serial Online.

GAYA KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP) BERDASARKAN TINGKAT KEMATANGAN KARYAWAN SEBUAH PERUSAHAAN



Menurut Junkie (2013), leadership atau kepemimpinan merupakan sebuah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, kelompok dan bawahan, kemampuan untuk mengarahkan tingkah laku orang lain, mempunyai kemampuan ataupun keahlian khusus di dalam bidang yang diharapkan oleh kelompoknya, guna mencapai tujuan dari kelompoknya. Kepemimpinan adalah sebuah ilmu terapan dari berbagai ilmu sosial, karena beberapa prinsip serta rumusannya diharapkan bisa mendatangkan banyak manfaat untuk kesejahteraan manusia. Efektifitas kepemimpinan bisa dilihat dari Tingkat kematangan (maturity) bawahan dan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan orientasinya dengan kondisi kematangan bawahan. Tingkat kematangan (maturity) bawahan adalah Kesiapan  kerja bawahan yang meliputi: ability yaitu kesiapan kerja bawahan yang berkaitan dengan pengetahuan,kemampuan,pengalaman dan keterampilan bawahan dalam menjalankan tugas dan willingness  yaitu kesiapan psikologis bawahan dalam menjalankan tugas dan berkaitan dengan keyakinan,komitmen,keinginan dan motivasi untuk maju serta kesediaan untuk bertanggung jawab.
Terdapat empat jenis kepemimpinan sesuai dengan tingkat kematangan pemimpin dan anggotanya, yaitu meliputi:
  1. S1 (High  Task – Low Relationship) untuk kondisi R1 (taraf kematangan rendah),pemimpin harus memberi instruksi dan mengarahkan bawahan terhadap tugas yang harus diselesaikan secara spesifik melalui komunikasi satu arah.(tahap memberi tahu/telling).
  2. S2 (High Task –High Relationship) untuk kondisi R2 (tahap kematangan rendah menuju sedang), pemimpin masih memberikan instruksi dan pengarahan, namun dalam porsi secukupnya. Komunikasi bersifat 2 arah yang diwarnai oleh adanya dukungan dari pimpinan serta ada kesempatan bagi bawahan untuk bertanya atau meminta kejelasan tugas (tahap selling).
  3. S3 (Low Task-High Relationship) untuk kondisi R3 (taraf kematangan sedang menuju tinggi),pemimpin hanya bertindak sebagai fasillitator bagi kelancaran tugas bawahan. Keputusan dibuat bersama-sama oleh pemimpin dan bawahan (tehap berpartisipasi/participating).
  4. S4 (Low Task-Low Relationship) untuk kondisi R4 (taraf kematangan tinggi), pemimpin hanya memberikan arahan tentang tujuan umum yang akan dicapai, selebihnya bawahan sendiri yang bertanggung jawab untuk mengambil keputusan (tahap pendelegasian/delegating).
Gaya kepemimpinan memiliki peranan penting dalam suatu organisasi, hal ini berkaitan erat dengan hubungan yang terjadi antara atasan dan bawahan karena pada dasarnya gaya yang diterapkan oleh seorang pemimpin dalam suatu organisasi akan sangat berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja dari para bawahannya. Pada dasarnya Gaya kepemimpinan mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu (Rukiyah, 2011).
Jika dihadapkan dengan taraf kematangan kepemimpinan, lebih menekankan pada kriteria S4 dengan kondisi R4 yaitu tingkat kematangan kepemimpinan yang tinggi. Disini seorang pemimpin hanya memberi arahan tentang tujuan yang akan dicapai dari organisasi tersebut. Pada kriteria kepemimpinan dengan tingkat kematangan yang tinggi dibutuhkan kepercayaan yang lebih dan setiap anggota juga harus memiliki tanggung jawab tentang tugas yang ditangguhkan oleh mereka. Setiap anggota harus melaporkan segala sesuatu yang terjadi tanpa ditambah ataupun dikurangi.
Pada kriteria S4 dengan kondisi R4 seorang pemimpin dapat menggunakan gaya kepemimpinan delegasi karena dalam gaya kepemimpinan delegasi cenderung mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi, jika diterapkan pada pengikut yang tingkat kematangannya tinggi (mampu dan mau, mempunyai keyakinan untuk memikul tanggung jawab). Kekuasaan yang relatif relevan dipergunakan pada tingkat kematangan pengikut seperti ini adalah kekuasaan keahlian.    Gaya delegasi digunakan bagi bawahan dengan tingkat kematangan tinggi. Orang-orang dengan tingkat kematangan seperti ini adalah orang-orang yang memiliki kemampuan dan kemauan yang tinggi untuk memikul sebuah tanggung jawab. Gaya kepemimpinan ini memberikan sedikit pengarahan, para bawahan diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskan tentang bagaimana, kapan, dan dimana melakukan suatu tugas. Sekalipun pemimpin  barangkali masih mampu mengidentifikasi masalah, tanggung jawab untuk melakukan rencana yang diberikan kepada para pengikut-pengikut yang sudah matang ini. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dana memutuskan tentang ikhwal  bagaimana, kapan,dan dimana melakukannya. Karena secara psikologis bawahan sudah matang, maka tidak diperlukan banyak komunikasi dua arah atau perilaku mendukung. Gaya delegasi melibatkan perilaku hubungan kerja yang rendah dan perilaku berorientasi pada tugas juga rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Junkie, Theme. 2013. Definisi Kepemimpinan Menurut Ahli. http://perlutahu.org/definisi-kepemimpinan-menurut-ahli/.