Menurut Suwarto (2010), tembakau
merupakan salah satu bahan baku pembuatan rokok kretek yang sangat digemari
orang Indonesia. Di Indonesia, tembakau yang baik (komersial) hanya dihasilkan
di daerah-daerah tertentu. Kualitas tembakau ditentukan oleh lokasi penanaman
dan pengolahannya sehingga hanya beberapa tempat yang memiliki kesesuaian
dengan kualitas tembakau terbaik. Daerah penghasil tembakau adalah Sumatra
Utara (Deli), Sumatera Barat (Payakambuh), Bengkulu, Sumatera Selatan
(Palembang), Jawa Tengah (Surakarta, Klaten, Dieng, Kedu, Temanggung, Parakan,
serta Wonosobo) dan Jawa Timur (Bojonegoro dan Besuki). Berdasarkan klasifikasi
botanisnya, tanaman tembakau dikelompokkan sebagai berikut:
Divisi :
Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas :
Dicotyledonae
Ordo :
Solanales
Famili :
Solanaceae
Genus :
Nicotiana
Spesies :
Nicotiana tabacum
Tanaman dapat
menghasilkan tembakau mutu tinggi jika paling sedikit satu bulan menjelang
panen tidak terkena hujan dan saat itu cuaca cerah sampai saat panen. Pada
lahan di tegal dan gunung yang kesulitan air, populasi tanaman lebih sedikit
daripada tembakau sawah. Populasi tanaman yang digunakan petani sawah yaitu
30.000 tanaman per ha, sedangkan untuk tegal dan gunung populasi yang digunakan
yaitu masing-masing 25.000 dan 20.000 tanaman per ha. Populasi tanaman tembakau
terbaik adalah 33.000 tanaman per ha baik untuk sawah, tegal, maupun gunung.
Jarak barisan antar guludan 100 cm, jarak tanam dalam barisan guludan 50 cm,
dan jarak tanam dalam barisan 45 cm. Tembakau tegal dan gunung cenderung
mendapat air yang lebih sedikit dan jarak tanam yang lebar, mutu tembakau
rajangannya lebih aromatik, rasanya lebih berat, berdaun lebih tebal, dan
berwarna lebih gelap daripada tembakau sawah (Suwarto, et al., 2014).
Tanaman
tembakau di Indonesia dikenal sebagai tembakau Voor-Oogst (VO) dan Na-Oogst
(NO). Tembakau Na-Oogst (NO) adalah tembakau yang ditanam saat musim kering dan
dipanen saat musim hujan tanpa rumah naungan, sedangkan tembakau Voor-Oogst
(VO) adalah tembakau yang ditanam dan panen saat musim kering. Pada hakikatnya
tembakau bawah naungan merupakan
tembakau NO yang direkayasa pada musim VO, ada penambahan rumah naungan dan
spraying sebagai pengganti hujan yang merupakan persyaratan tembakau sebelum dipetik
harus pernah mendapat curah hujan minimal 100 mm. Resiko yang dihadapi dalam pengusahaan tembakau bawah naungan
lebih rendah dibandingkan tembakau NO, hama dan penyakit terkendali,
pengolahannya lebih mudah, kualitas Dekblad yang dihasilkan bisa mencapai 90%
(Anastasia, et al., 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar