Rabu, 18 Oktober 2017

Tembakau



Menurut Suwarto (2010), tembakau merupakan salah satu bahan baku pembuatan rokok kretek yang sangat digemari orang Indonesia. Di Indonesia, tembakau yang baik (komersial) hanya dihasilkan di daerah-daerah tertentu. Kualitas tembakau ditentukan oleh lokasi penanaman dan pengolahannya sehingga hanya beberapa tempat yang memiliki kesesuaian dengan kualitas tembakau terbaik. Daerah penghasil tembakau adalah Sumatra Utara (Deli), Sumatera Barat (Payakambuh), Bengkulu, Sumatera Selatan (Palembang), Jawa Tengah (Surakarta, Klaten, Dieng, Kedu, Temanggung, Parakan, serta Wonosobo) dan Jawa Timur (Bojonegoro dan Besuki). Berdasarkan klasifikasi botanisnya, tanaman tembakau dikelompokkan sebagai berikut:
Divisi               : Spermatophyta
Sub Divisi       : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Ordo                : Solanales
Famili              : Solanaceae
Genus              : Nicotiana
Spesies            : Nicotiana tabacum

Tanaman dapat menghasilkan tembakau mutu tinggi jika paling sedikit satu bulan menjelang panen tidak terkena hujan dan saat itu cuaca cerah sampai saat panen. Pada lahan di tegal dan gunung yang kesulitan air, populasi tanaman lebih sedikit daripada tembakau sawah. Populasi tanaman yang digunakan petani sawah yaitu 30.000 tanaman per ha, sedangkan untuk tegal dan gunung populasi yang digunakan yaitu masing-masing 25.000 dan 20.000 tanaman per ha. Populasi tanaman tembakau terbaik adalah 33.000 tanaman per ha baik untuk sawah, tegal, maupun gunung. Jarak barisan antar guludan 100 cm, jarak tanam dalam barisan guludan 50 cm, dan jarak tanam dalam barisan 45 cm. Tembakau tegal dan gunung cenderung mendapat air yang lebih sedikit dan jarak tanam yang lebar, mutu tembakau rajangannya lebih aromatik, rasanya lebih berat, berdaun lebih tebal, dan berwarna lebih gelap daripada tembakau sawah (Suwarto, et al., 2014).

            Tanaman tembakau di Indonesia dikenal sebagai tembakau Voor-Oogst (VO) dan Na-Oogst (NO). Tembakau Na-Oogst (NO) adalah tembakau yang ditanam saat musim kering dan dipanen saat musim hujan tanpa rumah naungan, sedangkan tembakau Voor-Oogst (VO) adalah tembakau yang ditanam dan panen saat musim kering. Pada hakikatnya tembakau bawah naungan  merupakan tembakau NO yang direkayasa pada musim VO, ada penambahan rumah naungan dan spraying sebagai pengganti hujan yang merupakan persyaratan tembakau sebelum dipetik harus pernah mendapat curah hujan minimal 100 mm. Resiko yang dihadapi  dalam pengusahaan tembakau bawah naungan lebih rendah dibandingkan tembakau NO, hama dan penyakit terkendali, pengolahannya lebih mudah, kualitas Dekblad yang dihasilkan bisa mencapai 90% (Anastasia, et al., 2014).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar