Jumat, 14 November 2014

Kedelai Indonesia



Kedelai dengan nama latin Glycine max (kedelai kuning); Glycine soja (kedelai hitam) merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil pengikat nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak. Kedelai terutama dimanfaatkan bijinya. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan biji kedelai dapat dibuat menjadi berbagai bentuk seperti tahu (tofu), bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari kedelai hitam), tempe, susu kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa), tepung kedelai, minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin, tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), serta taosi atau tauco. Di Indonesia, saat ini kedelai banyak ditanam di dataran rendah yang tidak banyak mengandung air, seperti di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Utara (Gorontalo), Lampung, Sumatera Selatan dan Bali.
Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang harus dipenuhi secara mandiri untuk mencapai kondisi ketahanan pangan di Indonesia. Produksi kedelai dalam negeri masih terbatas sehingga masih butuh impor untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia. Ketergantungan impor kedelai ini bisa menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan di Indonesia. Amerika sebagai salah satu negara pengimpor utama kedelai ke Indonesia saat ini sedang mengalami kekeringan, berdampak signifikan terhadap pasokan kedelai dalam negeri. Sebab, dari kebutuhan kedelai tahun 2012 sebesar 2,2 juta ton, hanya 30 persennya dari produksi lokal. Pada dasarnya Indonesia mempunyai potensi besar mencapai swasembada kedelai sesuai target bila semua pihak yang berkepentingan berkolaborasi dan saling mendukung antara satu dengan lainnya. Sementara itu harga kedelai yang kerap fluktuasi dituding sebagai hal penyebab enggannya para petani menanam kedelai.

1.    Potensi Kedelai di Indonesia
Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2013
Tahun
Luas Panen(Ha)
Produktivitas(Ku/Ha)
Produksi(Ton)
2009
722791.00
13.48
974512.00
2010
660823.00
13.73
907031.00
2011
622254.00
13.68
851286.00
2012
567624.00
14.85
843153.00
2013
550793.00
14.16
779992.00
Sumber: BPS, 2014
Berdasarkan tabel luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai pada tahun 2009-2013 dapat diketahui bahwa terjadi ketidakstabilan dari komoditas kedelai terkait luas panen, produksi dan produktivitas dari kedelai. Pada setiap tahunnya kedelai mengalami kondisi naik turun. Meskipun produktivitas kedelai selama lima tahun mengalami peningkatan, namun secara keseluruhan dari tahun 2009-2013 dapat dikatakan bahwa luas panen dan produksi kedelai mengalami penurunan selama kurun waktu lima tahun, yang pada tahun 2009 produksi kedelai di Indonesia mencapai 974.512 ton sedangkan tahun terakhir produksi kedelai hanya mencapai 779.992 ton. Nilai produksi di Indonesia paling banyak disumbang dari Provinsi Jawa Timur.
Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Jawa Timur Tahun 2009-2013
Tahun
Luas Panen(Ha)
Produktivitas(Ku/Ha)
Produksi(Ton)
2009
264779.00
13.42
355260.00
2010
246894.00
13.75
339491.00
2011
252815.00
14.52
366999.00
2012
220815.00
16.39
361986.00
2013
210618.00
15.64
329461.00
Sumber: BPS, 2014
Data dari Provinsi Jawa Timur yang menyumbangkan nilai terbesar bagi produksi kedelai di Indonesia menunjukkan kesamaan hasil seperti data Indonesia dari tahun 2009-2013 secara keseluruhan. Tingkat luas panen, produktivitas dan produksi kedelai mengalami kondisi yang naik turun. Faktor-faktor penyebab menurunnya produksi kedelai di Jawa Timur antara lain karena usahatani kedelai kurang menguntungkan, kalah bersaing dengan kedelai impor yang harganya relatif lebih murah. Masalah perbaikan harga yang memihak petani akan merangsang petani untuk beralih ke pertanaman kedelai kembali.
Kedelai yang merupakan tanaman cash crop dibudidayakan di lahan sawah dan lahan kering. Sekitar 60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan 40% di lahan kering. Areal pertanaman kedelai tersebar di seluruh Indonesia dengan luas di masing-masing wilayah. Salah satu kendala dalam penentuan komoditas dalam pola tanam adalah nilai kompetitif kedelai. Kedelai memiliki nilai kompetitif yang lebih rendah daripada jagung, pada saat ini. Secara finansial, usahatani kedelai cukup menguntungkan, dengan pendapatan bersih mencapai Rp 2.048.500/haPada usaha pertanian hilir kedelai industri tahu, tempe, dan kecap membutuhkan kedelai dalam jumlah yang terus meningkat. Industri pakan ternak (unggas) merupakan usaha hilir yang cukup penting dalam agribisnis kedelai. Dalam pembuatan pakan ternak diperlukan bungkil kedelai dengan proporsi 15-20% dari komposisi bahan pakan. Kedelai juga diperlukan sebagai bahan baku industri tepung, pangan olahan, dan pati. Industri lainnya membutuhkan kedelai sebanyak 12% dari total kebutuhan nasional.

2.    Tingkat Konsumsi Kedelai
Pasar kedelai internasional dapat dianalisis melalui kondisi penawaran dan permintaan  kedelai di pasar internasional dan negara ekportir dan importir yang dominan serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penawaran dan permintaan dunia. Penawaran kedelai di pasar internasional didominasi oleh beberapa negara, dimana Amerika Serikat (AS), Brazil dan Argentina merupakan negara pengekspor utama dengan pangsa  ekspor  90%  dari total pasar dunia. Dominasi beberapa negara penghasil dan pengekspor kedelai menunjukkan pasar kedelai merupakan pasar persaingan  tidak sempurna.  Dominasi  AS dalam  ekspor kedelai ditunjukkan dengan peningkatan produksi dan produktivitas yang didorong dengan pengadopsian rekayasa genetika (GM) sejak tahun 1996.
Keanekaragaman manfaat kedelai telah mendorong tingginya permintaan kedelai di dalam negeri. Selain itu, manfaat kedelai sebagai salah satu sumber protein murah membuat kedelai semakin diminati. Semakin besarnya jumlah penduduk Indonesia berpotensi pada semakin meningkatnya permintaan kedelai. Konsumsi kedelai diproyeksikan mengalami pertumbuhan sebesar 1,38% pertahun.
Tabel 3. Proyeksi Konsumsi Kedelai 2010-2014
Tahun
Jumlah Penduduk (juta)
Konsumsi Perkapita (kg)
Jumlah Konsumsi
2010
234.181
10.10
2.365
2011
236.954
10.10
2.393
2012
239.687
10.20
2.445
2013
242.376
10.20
2.472
2014
245.021
10.20
2.499
Pertumbuhan
1.31
0.24
1.38
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2010)
Permintaan kedelai yang tinggi di Indonesia tidak diimbangi dengan produksi kedelai yang cenderung berkembang lambat. Besarnya keter-gantungan terhadap kedelai impor tersebut me-nyebabkan harga kedelai di pasar cenderung fluktuatif dan sulit untuk dikendalikan oleh instansi terkait.
Tabel 4. Konsumsi dan Impor Kedelai di Indonesia 2005 – 2009
Tahun
Konsumsi (ribuan ton)
Impor (ribuan ton)
Tingkat Ketergantungan (%)
2005
1.841,3
1.117,8
60,7
2006
1.837,2
1.028,8
56,0
2007
2.004,1
1.411,6
70,4
2008
1.945,5
1.169,0
60,0
2009
1.974,7
1.052,4
53,3
Sumber: Data diolah BPS 2009
Data menunjukkan bahwa tingkat ketergantung-an impor kedelai pada tahun 2000 – 2009 selalu lebih dari 50% dari total konsumsi kedelai di Indonesia. Dengan tingkat ketergantungan impor terbesar pada tahun 2007 yaitu sebesar 70,4%. Kondisi terbaru tersebut jelas bertolakbelakang dengan kondisi pada tahun 1992, ketika Indonesia mencapai puncak produksi tertinggi yaitu sebesar 1,6 juta ton dan berhasil mencapai swasembada kedelai. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama, dari tahun ke tahun produksi dalam negeri terus menurun. Hal ini terutama dipicu oleh perubahan kebijakan tata niaga kedelai, yaitu dengan diberlakukannya pasar bebas yang mengakibatkan derasnya kedelai impor dengan harga murah. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya minat petani karena insentif yang diterima rendah.

3.    Prospek Pengembangan Kedelai
Menurut Rante (2013), ketidakmampuan kedelai lokal untuk memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri menyebabkan tingginya volume kedelai impor. Padahal untuk melakukan impor dibutuhkan anggar-an belanja yang tidak sedikit. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut mengingat potensi untuk meningkatkan produksi kedelai di dalam negeri dapat dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan tersedianya lahan yang cukup luas, khususnya di Indonesia bagian timur, dan sesuai untuk budidaya kedelai serta terdapatnya teknologi spesifik lokasi dan sumberdaya manusia yang cukup terampil dalam usaha tani kedelai. Prospek pengembangan kedelai di dalam negeri untuk menekan impor cukup baik, mengingat ketersediaan sumberdaya lahan yang cukup luas, iklim yang cocok, teknologi yang telah dihasilkan, serta sumberdaya manusia yang cukup terampil dalam usahatani. Di samping itu, pasar komoditas kedelai masih terbuka lebar. Sebenarnya usahatani kedelai menguntungkan dari segi finansial dengan pendapatan bersih sekitar Rp. 2.05 juta/ha. Meskipun demikian, areal panen kedelai terus menurun dari 1,48 juta ha pada tahun 1995 menjadi 0,55 juta ha pada tahun 2004 dengan laju penurunan 10% per tahun. Untuk menekan laju impor diperlukan strategi peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infra- struktur, serta pengaturan tata niaga dan insentif usaha.
Kebutuhan investasi untuk pengembangan kedelai dalam periode 2005-2025 meliputi investasi pada subsistem hulu dan hilir, serta investasi di bidang prasarana pendukung lainnya. Investasi pada usaha pertanian primer (on-farm) adalah untuk penyediaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida). Kebutuhan investasi ditentukan oleh target sasaran produksi. Dengan sasaran peningkatan produksi untuk mencapai swasembada tahun 2015, (pertumbuhan produksi 15%
/tahun), maka skenario kebutuhan investasi adalah sebagai berikut: (a) Untuk jangka menengah (2005-2009) swasta dan pemerintah membutuhkan investasi masing-masing sebesar Rp. 5,09 triliun dan Rp. 0,68 triliun (tabel 12), dan b. Dalam jangka panjang (2010-2025) adalah untuk mencapai sasaran peningkatan produksi 15% per tahun dibutuhkan investasi swasta dan pemerintah masing-masing sebesar Rp. 16,19 triliun dan Rp. 2,45 triliun.
Upaya untuk menekan laju impor dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Strategi pengembangan sistem produksi kedelai yang dapat ditempuh meliputi: 1) pemanfaatan VUB dan penerapan teknologi budidaya tepat guna, 2) pemanfaatan lahan yang masih luas untuk perluasan areal tanam kedelai, baik sebagai tanaman utama maupun tanaman sela, 3) penyediaan kredit lunak yang mudah diakses petani, 4) revitalisasi penyuluhan, 5) pemanfaatan tenaga yang terbatas untuk menekan kehilangan hasil dan, 6) penggunaan alsintan sederhana yang terjangkau sesuai dengan keterbatasan modal. Program pengembangan sistem produksi meliputi: 1) penggunaan varietas unggul dan pemupukan berimbang, 2) pemanfaatan sumber-sumber pertumbuhan produksi, 3) budidaya kedelai hemat lahan, air, tenaga kerja, dan input kimiawi, 4) penyediaan kredit dan pendampingan, 5) penanaman kedelai pada Musim Kering di lahan tidur (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007).


Pohon Industri Kedelai



 





















Tidak ada komentar:

Posting Komentar