Kedelai dengan nama
latin Glycine max (kedelai kuning); Glycine soja (kedelai hitam)
merupakan sumber protein nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia.
Kedelai merupakan tumbuhan serbaguna. Karena akarnya memiliki bintil pengikat
nitrogen bebas, kedelai merupakan tanaman dengan kadar protein tinggi sehingga tanamannya
dapat digunakan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak. Kedelai terutama
dimanfaatkan bijinya. Biji kedelai kaya protein dan lemak serta beberapa bahan
gizi penting lain, misalnya vitamin (asam fitat) dan lesitin. Olahan biji
kedelai dapat dibuat menjadi berbagai bentuk seperti tahu (tofu),
bermacam-macam saus penyedap (salah satunya kecap, yang aslinya dibuat dari
kedelai hitam), tempe, susu kedelai (baik bagi orang yang sensitif laktosa),
tepung kedelai, minyak (dari sini dapat dibuat sabun, plastik, kosmetik, resin,
tinta, krayon, pelarut, dan biodiesel), serta taosi atau tauco. Di Indonesia,
saat ini kedelai banyak ditanam di dataran rendah yang tidak banyak mengandung
air, seperti di pesisir Utara Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi
Utara (Gorontalo), Lampung, Sumatera Selatan dan Bali.
Kedelai merupakan salah
satu komoditas pertanian yang harus dipenuhi secara mandiri untuk mencapai
kondisi ketahanan pangan di Indonesia. Produksi kedelai dalam negeri masih
terbatas sehingga masih butuh impor untuk memenuhi kebutuhan di Indonesia.
Ketergantungan impor kedelai ini bisa menjadi ancaman serius bagi ketahanan
pangan di Indonesia. Amerika sebagai salah satu negara pengimpor utama kedelai
ke Indonesia saat ini sedang mengalami kekeringan, berdampak signifikan
terhadap pasokan kedelai dalam negeri. Sebab, dari kebutuhan kedelai tahun 2012
sebesar 2,2 juta ton, hanya 30 persennya dari produksi lokal. Pada dasarnya
Indonesia mempunyai potensi besar mencapai swasembada kedelai sesuai target
bila semua pihak yang berkepentingan berkolaborasi dan saling mendukung antara
satu dengan lainnya. Sementara itu harga kedelai yang kerap fluktuasi dituding
sebagai hal penyebab enggannya para petani menanam kedelai.
1.
Potensi Kedelai di Indonesia
Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi
Kedelai di Indonesia Tahun 2009-2013
Tahun
|
Luas Panen(Ha)
|
Produktivitas(Ku/Ha)
|
Produksi(Ton)
|
2009
|
722791.00
|
13.48
|
974512.00
|
2010
|
660823.00
|
13.73
|
907031.00
|
2011
|
622254.00
|
13.68
|
851286.00
|
2012
|
567624.00
|
14.85
|
843153.00
|
2013
|
550793.00
|
14.16
|
779992.00
|
Sumber: BPS, 2014
Berdasarkan tabel luas panen,
produktivitas, dan produksi kedelai pada tahun 2009-2013 dapat diketahui bahwa
terjadi ketidakstabilan dari komoditas kedelai terkait luas panen, produksi dan
produktivitas dari kedelai. Pada setiap tahunnya kedelai mengalami kondisi naik
turun. Meskipun produktivitas kedelai selama lima tahun mengalami peningkatan,
namun secara keseluruhan dari tahun 2009-2013 dapat dikatakan bahwa luas panen
dan produksi kedelai mengalami penurunan selama kurun waktu lima tahun, yang
pada tahun 2009 produksi kedelai di Indonesia mencapai 974.512 ton sedangkan
tahun terakhir produksi kedelai hanya mencapai 779.992 ton. Nilai produksi di
Indonesia paling banyak disumbang dari Provinsi Jawa Timur.
Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi
Kedelai Jawa Timur Tahun 2009-2013
Tahun
|
Luas Panen(Ha)
|
Produktivitas(Ku/Ha)
|
Produksi(Ton)
|
2009
|
264779.00
|
13.42
|
355260.00
|
2010
|
246894.00
|
13.75
|
339491.00
|
2011
|
252815.00
|
14.52
|
366999.00
|
2012
|
220815.00
|
16.39
|
361986.00
|
2013
|
210618.00
|
15.64
|
329461.00
|
Sumber: BPS, 2014
Data
dari Provinsi Jawa Timur yang menyumbangkan nilai terbesar bagi produksi
kedelai di Indonesia menunjukkan kesamaan hasil seperti data Indonesia dari
tahun 2009-2013 secara keseluruhan. Tingkat luas panen, produktivitas dan
produksi kedelai mengalami kondisi yang naik turun. Faktor-faktor penyebab
menurunnya produksi kedelai di Jawa Timur antara lain karena usahatani kedelai
kurang menguntungkan, kalah bersaing dengan kedelai impor yang harganya relatif
lebih murah. Masalah perbaikan harga yang memihak petani akan merangsang petani
untuk beralih ke pertanaman kedelai kembali.
Kedelai yang
merupakan tanaman cash crop dibudidayakan di lahan sawah dan lahan
kering. Sekitar 60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan 40% di
lahan kering. Areal pertanaman kedelai tersebar di seluruh Indonesia dengan
luas di masing-masing wilayah. Salah satu kendala dalam penentuan komoditas
dalam pola tanam adalah nilai kompetitif kedelai. Kedelai memiliki nilai
kompetitif yang lebih rendah daripada jagung, pada saat ini. Secara finansial,
usahatani kedelai cukup menguntungkan, dengan pendapatan bersih mencapai Rp
2.048.500/haPada usaha pertanian hilir kedelai industri tahu, tempe, dan kecap
membutuhkan kedelai dalam jumlah yang terus meningkat. Industri pakan ternak
(unggas) merupakan usaha hilir yang cukup penting dalam agribisnis kedelai.
Dalam pembuatan pakan ternak diperlukan bungkil kedelai dengan proporsi 15-20%
dari komposisi bahan pakan. Kedelai juga diperlukan sebagai bahan baku industri
tepung, pangan olahan, dan pati. Industri lainnya membutuhkan kedelai sebanyak
12% dari total kebutuhan nasional.
2.
Tingkat Konsumsi Kedelai
Pasar
kedelai internasional dapat dianalisis melalui kondisi penawaran dan
permintaan kedelai di pasar internasional dan negara ekportir dan
importir yang dominan serta faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan penawaran
dan permintaan dunia. Penawaran kedelai di pasar internasional didominasi oleh
beberapa negara, dimana Amerika Serikat (AS), Brazil dan Argentina merupakan
negara pengekspor utama dengan pangsa ekspor 90% dari total
pasar dunia. Dominasi beberapa negara penghasil dan pengekspor kedelai
menunjukkan pasar kedelai merupakan pasar persaingan tidak
sempurna. Dominasi AS dalam ekspor kedelai ditunjukkan dengan
peningkatan produksi dan produktivitas yang didorong dengan pengadopsian
rekayasa genetika (GM) sejak tahun 1996.
Keanekaragaman manfaat kedelai telah
mendorong tingginya permintaan kedelai di dalam negeri. Selain itu, manfaat
kedelai sebagai salah satu sumber protein murah membuat kedelai semakin
diminati. Semakin besarnya jumlah penduduk Indonesia berpotensi pada semakin
meningkatnya permintaan kedelai. Konsumsi kedelai diproyeksikan mengalami
pertumbuhan sebesar 1,38% pertahun.
Tabel 3. Proyeksi Konsumsi Kedelai 2010-2014
Tahun
|
Jumlah Penduduk (juta)
|
Konsumsi Perkapita (kg)
|
Jumlah Konsumsi
|
2010
|
234.181
|
10.10
|
2.365
|
2011
|
236.954
|
10.10
|
2.393
|
2012
|
239.687
|
10.20
|
2.445
|
2013
|
242.376
|
10.20
|
2.472
|
2014
|
245.021
|
10.20
|
2.499
|
Pertumbuhan
|
1.31
|
0.24
|
1.38
|
Sumber: Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan (2010)
Permintaan kedelai yang
tinggi di Indonesia tidak diimbangi dengan produksi kedelai yang cenderung
berkembang lambat. Besarnya keter-gantungan terhadap kedelai impor tersebut
me-nyebabkan harga kedelai di pasar cenderung fluktuatif dan sulit untuk dikendalikan
oleh instansi terkait.
Tabel
4. Konsumsi dan Impor Kedelai di Indonesia 2005 – 2009
Tahun
|
Konsumsi (ribuan ton)
|
Impor (ribuan ton)
|
Tingkat Ketergantungan (%)
|
2005
|
1.841,3
|
1.117,8
|
60,7
|
2006
|
1.837,2
|
1.028,8
|
56,0
|
2007
|
2.004,1
|
1.411,6
|
70,4
|
2008
|
1.945,5
|
1.169,0
|
60,0
|
2009
|
1.974,7
|
1.052,4
|
53,3
|
Sumber: Data diolah BPS 2009
Data menunjukkan bahwa
tingkat ketergantung-an impor kedelai pada tahun 2000 – 2009 selalu lebih dari
50% dari total konsumsi kedelai di Indonesia. Dengan tingkat ketergantungan impor
terbesar pada tahun 2007 yaitu sebesar 70,4%. Kondisi terbaru tersebut jelas
bertolakbelakang dengan kondisi pada tahun 1992, ketika Indonesia mencapai
puncak produksi tertinggi yaitu sebesar 1,6 juta ton dan berhasil mencapai
swasembada kedelai. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama, dari tahun
ke tahun produksi dalam negeri terus menurun. Hal ini terutama dipicu oleh
perubahan kebijakan tata niaga kedelai, yaitu dengan diberlakukannya pasar
bebas yang mengakibatkan derasnya kedelai impor dengan harga murah.
Kondisi ini menyebabkan berkurangnya minat petani karena insentif yang diterima
rendah.
3.
Prospek Pengembangan Kedelai
Menurut Rante (2013), ketidakmampuan
kedelai lokal untuk memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri menyebabkan
tingginya volume kedelai impor. Padahal untuk melakukan impor dibutuhkan
anggar-an belanja yang tidak sedikit. Kondisi ini tidak dapat dibiarkan
berlarut-larut mengingat potensi untuk meningkatkan produksi kedelai di dalam
negeri dapat dilakukan. Hal ini ditunjukkan dengan tersedianya lahan yang cukup
luas, khususnya di Indonesia bagian timur, dan sesuai untuk budidaya kedelai
serta terdapatnya teknologi spesifik lokasi dan sumberdaya manusia yang cukup
terampil dalam usaha tani kedelai. Prospek pengembangan kedelai di
dalam negeri untuk menekan impor cukup baik, mengingat ketersediaan sumberdaya
lahan yang cukup luas, iklim yang cocok, teknologi yang telah dihasilkan, serta
sumberdaya manusia yang cukup terampil dalam usahatani. Di samping itu, pasar
komoditas kedelai masih terbuka lebar. Sebenarnya usahatani kedelai
menguntungkan dari segi finansial dengan pendapatan bersih sekitar Rp. 2.05
juta/ha. Meskipun demikian, areal panen kedelai terus menurun dari 1,48 juta ha
pada tahun 1995 menjadi 0,55 juta ha pada tahun 2004 dengan laju penurunan 10%
per tahun. Untuk menekan laju impor diperlukan strategi peningkatan produksi
melalui peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi
produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan
nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan
infra- struktur, serta pengaturan tata niaga dan insentif usaha.
Kebutuhan
investasi untuk pengembangan kedelai dalam periode 2005-2025 meliputi investasi
pada subsistem hulu dan hilir, serta investasi di bidang prasarana pendukung
lainnya. Investasi pada usaha pertanian primer (on-farm) adalah untuk
penyediaan sarana produksi (benih, pupuk, pestisida). Kebutuhan investasi
ditentukan oleh target sasaran produksi. Dengan sasaran peningkatan produksi
untuk mencapai swasembada tahun 2015, (pertumbuhan produksi 15%
/tahun), maka skenario kebutuhan investasi
adalah sebagai berikut: (a) Untuk jangka menengah (2005-2009) swasta dan
pemerintah membutuhkan investasi masing-masing sebesar Rp. 5,09 triliun dan Rp.
0,68 triliun (tabel 12), dan b. Dalam jangka panjang (2010-2025) adalah untuk
mencapai sasaran peningkatan produksi 15% per tahun dibutuhkan investasi swasta
dan pemerintah masing-masing sebesar Rp. 16,19 triliun dan Rp. 2,45 triliun.
Upaya untuk menekan
laju impor dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan
areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani,
peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan
sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan
insentif usaha. Strategi pengembangan sistem produksi kedelai yang dapat ditempuh
meliputi: 1) pemanfaatan VUB dan penerapan teknologi budidaya tepat guna, 2)
pemanfaatan lahan yang masih luas untuk perluasan areal tanam kedelai, baik
sebagai tanaman utama maupun tanaman sela, 3) penyediaan kredit lunak yang
mudah diakses petani, 4) revitalisasi penyuluhan, 5) pemanfaatan tenaga yang
terbatas untuk menekan kehilangan hasil dan, 6) penggunaan alsintan sederhana yang
terjangkau sesuai dengan keterbatasan modal. Program pengembangan sistem
produksi meliputi: 1) penggunaan varietas unggul dan pemupukan berimbang, 2)
pemanfaatan sumber-sumber pertumbuhan produksi, 3) budidaya kedelai hemat lahan,
air, tenaga kerja, dan input kimiawi, 4) penyediaan kredit dan pendampingan, 5)
penanaman kedelai pada Musim Kering di lahan tidur (Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2007).
Pohon Industri Kedelai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar