Jumat, 14 November 2014

KEBIJAKAN HARGA PRODUK PERTANIAN SEBAGAI SALAH SATU CARA PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI



BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang berarti negara yang mengandalkan sektor pertanian baik sebagai sumber mata pencaharian maupun sebagai penopang pembangunan. Sektor pertanian meliputi subsektor tanaman bahan makanan, subsektor holtikultura, subsektor perikanan, subsektor peternakan, dan subsektor kehutanan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia bekerja sebagai petani. Namun produktivitas pertanian masih jauh dari harapan. Salah satu faktor penyebab kurangnya produktivitas pertanian adalah sumber daya manusia yang masih rendah dalam mengolah lahan pertanian dan hasilnya. Mayoritas petani di Indonesia masih menggunakan sistem manual dalam pengolahan lahan pertanian (Dimas, 2011).
Istilah umum pertanian berarti kegiatan menanami tanah dengan tanaman yang nantinya menghasilkan sesuatu yang dapat dipanen, dan kegiatan pertanian merupakan campur tangan manusia terhadap tetumbuhan asli dan daur hidupnya. Pada pertanian modern, campur tangan manusia ini semakin jauh dalam bentuk masukan bahan kimia pertanian, termasuk pupuk kimia, pestisida dan bahan pembenah tanah lainnya. Bahan-bahan tersebut mempunyai peranan yang cukup besar dalam peningkatan produksi tanaman (Sutanto, 2002).
Sektor pertanian berperan penting terhadap perekonomian nasional, sumbangannya terhadap pendapatan devisa negara di luar minyak dan gas bumi serta dalam perekonomian rakyat tidak bisa di abaikan. Kondisi pertanian yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi dan memiliki pasar yang luas akan mendapat prioritas utama dalam pengembangannya. Dengan demikian, penemuan terhadap kebutuhan pangan, bahan baku industri, peningkatan lapangan kerja, peningkatan kesempatan berusaha dan peningkatan ekspor komoditi pertanian diharapkan dapat terjamin dan berkesinambungan. Meningkatnya taraf hidup dan terbukanya kesempatan untuk menciptakan peluang kerja ditandai oleh banyaknya investor ataupun masyarakat dan pemerintah dalam melakukan pembangunan
Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan jika terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan yang lebih baik. Sektor pertanian di Indonesia dianggap penting, hal ini terlihat dari peranan sektor pertanian terhadap penyediaan lapangan kerja, penyediaan pangan, penyumbang devisa Negara melalui ekspor dan sebagainya. Aspek penting dalam pengembangan usahatani adalah bagaimana cara meningkatkan secara kontinyu produk usaha tani yang senantiasa menguntungkan. Peningkatan produk usahatani dapat dilakukan dengan cara intensifikasi, ekstensifikasi, diversivikasi dan rehabilitasi sehingga kesejahteraan petani dapat tercapai. Petani berkepentingan meningkatkan penghasilan pertaniannya dan penghasilan keluarga serta berkepentingan juga menekan biaya produksi serendah-rendahnya dan menaikkan penerimaan dari hasil penjualan sebesar-besarnya. Dengan demikian agar pengembangan usahatani dapat berjalan secara efektif harus berkaitan dengan tujuan sosial, ekonomi ataupun sumberdaya lainnya (Soekartawi dalam Aufa, 2011).
Pada subsistem pemasaran produk pertanian berupa sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan terus mengalami perkembangan pesat baik di pasar domestik maupun pasar internasional, serta memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Di satu sisi pemasaran hasil pertanian masih mengalami banyak permasalahan dan kendala seperti mutu dan kualitas produk yang masih rendah, harga yang berfluktuatif sehingga menyulitkan dalam manajemen perencanaan, infrastruktur pemasaran yang masih kurang memadai, inefisiensi produk, integrasi pasar yang rendah, jaringan dan informasi pasar masih lemah serta sumber daya manusia pertanian yang belum dimaksimalkan. Dilain pihak pemasaran pertanian dalam negeri mengalami tantangan dengan tebukanya pasar internasional atau globalisasi perdagangan. Kondisi yang demikian akan menyebabkan arus perdagangan produk pertanian semakin bebas. Perlu adanya program pemerintah adalah untuk melindungi dan meningkatkan pendapatan petani salah satunya masalah kebijakan harga produk hasil pertanian.
1.2  Rumusan Masalah
1.    Faktor apa yang menyebabkan adanya kebijakan harga jual produk pertanian?
2.    Bagaimana sistem yang digunakan terkait kebijakan harga jual produk prtanian?
3.    Bagaimana pengaruh kebijakan harga jual peroduk pertanian terhadap pembangunan pertanian di era globalisasi?

1.3  Tujuan
1.    Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan adanya kebijakan harga jual produk pertanian.
2.    Untuk mengetahui sistem yang digunakan terkait kebijakan harga jual produk prtanian.
3.    Untuk mengetahui pengaruh kebijakan harga jual peroduk pertanian terhadap pembangunan pertanian di era globalisasi

















BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pembangunan Pertanian
Pertanian Indonesia dulu hanya diarahkan untuk makanan atau pangan. Padahal pertanian bisa menyadiakan bahan mentah untuk industri manufaktur, untuk industri kerajinan ukir-ukiran, kayu anyaman dan lain-lainnya, di samping itu untuk bahan bangunan. Selain itu, pertanian pun bisa diarahkan untuk meningkatkan devisa sekaligus memproduksi barang substitusi impor. Kondisi krisis ekonomi yang dialami Indonesia telah membangkitkan kesadaran sebagian publik dan pembuat kebijakan tentang betapa pentingnya pembangunan bidang pertanian. Bidang pertanian telah menunjukkan ketahanan yang luar biasa dalam pembangunan nasional dan bahkan mampu menjamin keberlangsungan kehidupan dan pendapatan bagi kebanyakan masyarakat pada kondisi krisis dewasa ini. Pertanian mempunyai potensi tidak saja untuk menjadi tumpuan dalam penyerapan tenaga kerja dan membuka berbagai lapangan usaha, tetapi juga dapat diandaikan sebagai penghasil dan sekaligus penghemat devisa. Pentingnya pembangunan bidang pertanian telah dimunculkan, namun langkah-langkah kebijakan strategis dan praktisnya masih belum tampak dengan jelas (Hariyadi et al, 2000).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai buah keberhasilan pembangunan telah menimbulkan dampak negatif terhadap ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan. Sebagai gambaran, sektor pertanian yang bertumpu pada potensi sumber daya alam banyak mengalami pengurasan sehingga ketersediaan dan kualitas sumber daya alam makin menurun. Akibatnya, setelah hampir empat dasawarsa pembangunan berlangsung, kondisi pertanian nasional masih dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain: 1) menurunnya kesuburan dan produktivitas lahan, 2) berkurangnya daya dukung lingkungan, 3) meningkatnya konversi lahan pertanian produktif, 4) meluasnya lahan kritis, 5) meningkatnya pencemaran dan kerusakan lingkungan, 6) menurunnya nilai tukar, penghasilan dan kesejahteraan petani, 7) meningkatnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran di pedesaan, dan 8) terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat. Masalah tersebut muncul karena pembangunan selama ini cenderung bias pada pemacuan pertumbuhan produksi, serta peran pemerintah dan swasta sangat dominan. Masyarakat petani hanya berperan sebagai objek, bukan sebagai subjek pembangunan. Sektor pertanian juga tidak lagi ditempatkan sebagai fondasi ekonomi nasional, tetapi sebagai penyangga untuk menyukseskan industrialisasi sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi (Saptana dan Ashari, 2007).
Menurut Feryanto (2010), logika pembangunan pertanian selama ini di Indonesia merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional, di mana pertumbuhan ekonomi menjadi orientasi utama. Pembangunan pertanian masa depan merupakan proses berkelanjutan, peningkatan, pendalaman, perluasan dan pembaharuan pembangunan pertanian yang telah dilaksanakan sebelumnya. Sektor agribisnis mempunyai peranan penting didalam pembangunan. Ada lima peran penting dari sektor pertanian dalam kontribusi pembangunan ekonomi antara lain meningkatkan produksi pangan untuk konsumsi domestik, penyedia tenaga kerja terbesar, memperbesar pasar untuk industri, meningkatkan supply uang tabungan dan meningkatkan devisa. Sampai saat ini, peranan sektor pertanian di Indonesia begitu besar dalam mendukung pemenuhan pangan dan memberikan lapangan kerja bagi rumah tangga petani. Tahun 2003, sektor pertanian mampu memperkerjakan sebanyak 42 juta orang atau 46,26 persen dari penduduk yang bekerja secara keseluruhan.
          Pembangunan pertanian terjadi dalam kerangka transformasi pembangunan nasional yang berporoskan pada transformasi pertanian. Transformasi pembangunan secara keseluruhan meliputi lima bentuk transformasi, yakni transformasi demografi, transformasi spasial, transformasi ekonomi, transformasi tatakelola pembangunan dan transformasi kelembagaan. Transformasi demografi dicirikan dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, dengan laju pertumbuhan yang secara bertahap mengalami pelambatan. Transformasi spasial merujuk pada perubahan dominasi sektor-sektor ekonomi dan kondisi fisik lingkungan antarwilayah yang menghasilkan berbagai bentuk disparitas pembangunan antar wilayah. Transformasi ekonomi Indonesia merupakan proses perubahan komposisi sektor-sektor di dalam perekonomian nasional, umumnya dari berbasis pertanian berubah menjadi berbasis industri dan jasa. Transformasi tata kelola pembangunan diarahkan untuk memberikan keluasan kewenangan bagi pengambilan keputusan untuk menciptakan pembangunan pertanian yang berbasis kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat. Transformasi kelembagaan dilakukan pada tiga bentuk. Pertama transformasi kelembagaan level mikro para petani dengan organisasinya maupun pada kelembagaan pemerintahan desa. Kedua, transformasi kelembagaan dalam sistem pemerintahan yang mampu menciptakan keterpaduan lintas sektor guna mewujudkan pertanian-bioindustri berkelanjutan. Ketiga, transformasi kelembagaan dalam sistem nilai yang secara operasional diwujudkan dengan transformasi sistem indikator pembangunan yang lebih berorientasi pada tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (Kementrian pertanian, 2013).
Pembangunan pertanian tidak terlepas dari pengembangan kawasan pedesaan yang menempatkan pertanian sebagai penggerak utama perekonomian. Lahan, potensi tenaga kerja, dan basis ekonomi lokal pedesaan menjadi  faktor utama pengembangan pertanian. Saat ini, disadari bahwa pembangunan pertanian tidak saja bertumpu di desa tetapi juga diperlukan integrasi dengan kawasan dan dukungan sarana serta prasarana yang tidak saja berada di pedesaan, tetapi juga wilayah perkotaan. Struktur perekonomian wilayah merupakan faktor dasar yang membedakan suatu wilayah dengan wilayah lainnya, perbedaan tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi dan potensi suatu wilayah dari segi fisik lingkungan, sosial ekonomi dan kelembagaan. Faktor-faktor yang penting dan harus ada dalam proses pembangunan pertanian adalah sebagai berikut: (a) agribisnis merupakan suatu sistem, sehingga semua kegiatan yang terdapat dalam sistem tersebut harus saling terkait dan tidak berdiri sendiri, (b) agribisnis merupakan alternatif bagi pengembangan strategi pembangunan ekonomi, dan (c) agribisnis berorientasi pasar dan perolehan nilai tambah dari suatu komoditas (Feryanto, 2010).

2.2 Teori Ketetapan Harga Produk Pertanian
Harga adalah segala bentuk biaya moneter yang dikorbankan oleh konsumen untuk memperoleh, memiliki, memanfaatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanan dari suatu produk. Penetapan harga jual berpotensi menjadi suatu masalah karena keputusan penetapan harga jual cukup komplekscdan harus memperhatikan berbagai aspek yang mempengaruhinya. Ketidakstabilan kurs Dollar terhadap Rupiah telah merugikan banyak pelaku usaha di sektor riil. strategi penetapan harga saat kondisi nilai kurs fluktuatif sehingga masih dapat mempertahankan keuntungan atau meminimalisasi kerugian (Aditya, 2013).
Posisi harga produk pertanian sebagai produk utama sangat menentukan besarnya jumlah permintaan produk tersebut. Apabila karakter produk pertanian memiliki nilai elastisitas  permintaan yang rendah, akan menyebabkan gerakan harga akan senantiasa dalam arah  yang menaik. Sebagai produk pertanian memiliki tingkat elastisitas permintaan yang tidak elastis karena jika harga produk naik, para pembeli enggan untuk mencari barang pengganti (karena merupakan produk utama) dan oleh karenanya harus tetap membeli produk tersebut sehingga permintaannya tidak akan banyak berubah. Karakter elastisitas permintaan produk pertanian tersebut cendrung mendorong para pedagang untuk menaikkan tingkat haraga produk pertanian sehingga terjadilah gerak harga produk yang semakin menaik. Hal ini menyebabkan terjadinya Inflasi bahan makanan yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi makro (Widiarsih, 2012).






BAB 3. PEMBAHASAN
3.1    Faktor Penyebab Adanya Kebijakan Harga Jual Produk Pertanian
Penurunan sektor pertanian dalam perekonomian disebabkan oleh permintaan terhadap hasil pertanian yang lambat perkembangannya dan kemajuan teknologi di sektor pertanian. Tingkat permintaan barang industri jauh lebih cepat dibanding permintaan terhadap pertanian sehingga kenaikan harga barang industri juga jauh lebih cepat dibanding dengan kenaikan harga barang pertanian. Di negara maju kemajuan teknologi berimplikasi terhadap sektor pertanian yaitu mendorong perpindahan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri dan teknologi telah menimbulkan masalah kelebihan produksi pertanian. Keadaan demikian menyebabkan harga barang pertanian cenderung untuk tetap berada pada tingkat yang sangat rendah.
Pada kondisi jangka pendek harga hasil pertanian cenderung berfluktuatif, ketidakstabilan harga tersebut bisa disebabkan oleh permintaan dan penawaran terhadap barang pertanian yang sifatnya tidak elastis. Beberapa faktor yang menyebabkan penawaran terhadap barang pertanian bersifat tidak elastis adalah: 1) produk pertanian ada umumnya bersifat musiman, 2) kapasitas memproduksi sektor pertanian cenderung untuk mencapai tingkat yang tinggi dan tidak terpengaruh oleh perubahan permintaan, 3) beberapa jenis tanaman memerlukan waktu bertahun-tahun sebelum hasilnya dapat diperoleh.
Pada dasarnya pemerintah terlibat dalam menentukan harga produk hasil pertanian dengan ingin meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya maupun keadilan dalam distribusi pendapatan dalam menentukan berapa banyak barang yang dibeli oleh individu dan mereka hanya akan mempertimbangkan manfaat yang diperolah secara pribadi, sehingga kesempatan barang tersebut yang tersedia dipasar akan sangat kecil. Pemerintah akan terlibat dalam penyediaan barang untuk memproteksi masyarakat dari penipuan, kepastian tersedianya produk, maupun keseragaman kualitas dari produk. Semua keterlibatan pemerintah tersebut ditunjukan untuk mencapai penentuan harga yang efisien.
3.2    Sistem Kebijakan Harga Jual Produk Prtanian
Komoditas pertanian strategis yang selalu menjadi isu utama pembangunan pertanian. Komoditi pertanian sangat berkaitan erat dengan kelangsungan hidup orang banyak, sehingga berbagai permasalahan yang terkait dengan komoditi ini rawan sekali untuk dipolitisir. Persoalan klasik pada komoditi pertanian, yaitu mempertahankan harga yang baik di tingkat produsen namun pada saat yang sama juga tidak terlalu memberatkan konsumen. Persoalan bertambah rumit karena komoditi pertanian umumnya ditanam secara serentak pada musim tertentu, sehingga berlebihnya pasokan pada saat panen dan langkanya pasokan disaat paceklik menjadi suatu fenomena rutin setiap tahunnya. Instrumen kebijakan yang pada intinya dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gejolak harga. Kebijakan tersebut antara lain dengan menetapkan semacam harga dasar yaitu Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk komoditas hasil pertanian dan mengenakan tarif, kuota, pengaturan waktu impor serta operasi pasar (OP) untuk komoditas pertanian tertentu.
Kondisi spesifik wilayah sangat mewarnai efektivitas dari Harga Pembelian Pemerintah, sehingga penentuan kebijakan yang seragam secara nasional sangat tidak dianjurkan. Saatnya pemerintah memikirkan kemungkinan mendelegasikan semua persoalan berkaitan dengan kecukupan pangan, utamanya beras pada pemerintah daerah, dalam hal ini kabupaten. Pemerintah pusat hanya perlu membuat rambu-rambu dan pedoman dalam menetapkan Harga Pembelian Pemerintah. Sementara itu wilayah seperti kabupaten berdasarkan kondisi spesifik yang ada bisa membuat kebijakan yang sesuai didaerahnya. Agar menjamin stabilisasi harga di tingkat petani, berbagai inisiatif lokal yang ada seperti kelompok kerja atau kemitraan akan lebih efektif daripada lembaga bentukan dari pusat. Dalam jangka panjang, sejalan dengan semangat otonomi daerah, maka kemampuan pemerintah daerah dalam menjamin stabilisasi harga produk pertanian di wilayahnya, serta kecukupan pangan bagi masyaraktanya merupakan salah satu kriteria utama yang dijadikan acuan dalam menilai kinerja pemerintah daerah.
Menjaga kestabilan harga dan pendapatan petani, perlu campur tangan pemerintah dalam penetuan produksi dan harga, adapun cara yang dapat dilakukan adalah: 1) Membatasi atau menetukan kuota tingkat produksi yang dapat dilakukan oleh produsen (pengaturan pola tanam), 2) Melakukan pembelian-pembelian produk yang akan distabilkan harganya di pasar bebas, 3) memeberikan pengarahan atau bantuan kepada petani apabila harga pasar lebih rendah dari pada harga yang dinggap sesuai oleh pemerintah.

3.3    Pengaruh Kebijakan Harga Jual Produk Pertanian terhadap Pembangunan Pertanian Di Era Globalisasi
Fluktuasi nilai tukar petani akan menunjukkan fluktuasi kemampuan pembayaran ataupun tingkat pendapatan riil petani. Kegiatan pertanian tentu saja tidak lepas dari kegiatan di luar sektor pertanian, dengan demikian nilai tukar petani juga dipengaruhi oleh peran dan perilaku di luar sektor pertanian. Perbaikan dan peningkatan nilai tukar petani yang mengindikasikan  peningkatan kesejahteraan petani akan terkait dengan kegairahan petani untuk berproduksi. Hal ini akan berdampak ganda tidak saja dalam peningkatan partisipasi petani dan produksi pertanian dalam menggairahkan perekonomian pedesaan, penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan dan menumbuhkan permintaan produk non pertanian, tetapi juga diharapkan akan mampu mengurangi perbedaan (menciptakan keseimbangan) pembangunan antar daerah maupun antar wilayah serta optimalisasi sumberdaya nasional.
Adanya kebijakan harga yang menetapkan harga pasar dari produk hasil pertanian akan membantu petani dalam kegiatan pemasaran yang tidak lagi bergantung pada harga dari tengkulak yang biasanya cenderung rendah. Kebijakan harga juga menjadi salah satu solusi yang lebih efektif dibandingkan dengan adanya subsidi dalam pembangunan pertanian di era globalisasi. Kegiatan subsidi menjadikan petani ketergantungan dan tidak bisa mengembangkan usahataninya karena terus berpacu pada subsidi. Sedangkan dengan adanya ketetapah harga petani akan berfokus pada peningkatan produktivitas usahataninya agar dapat menghasilkan keuntungan yang optimal.
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Faktor penyabab adanya kebijakan harga produk pertanian adalah tingkat harga hasil pertanian cenderung berfluktuatif atau tidak stabil yang disebabkan oleh permintaan dan penawaran terhadap barang pertanian yang sifatnya tidak elastis.
2. Sistem kebijakan harga yang dapat dilakukan untuk produk pertanian yaitu penetapan semacam harga dasar yaitu Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk komoditas hasil pertanian dan mengenakan tarif, kuota, pengaturan waktu impor serta operasi pasar (OP) untuk komoditas pertanian tertentu.
3. Adanya kebijakan harga produk hasil pertanian akan membantu petani meningkatkan harga jual produk pertaniabkan ketergantungan akan subsidi, dan peningkatan produktivitas usahatani agar dapat menghasilkan keuntungan yang optimal.

4.2 Saran
1. Perlu adanya pengawasan dari pemerintah dan dari petani terkait kebijakan harga yang diberlakukan untuk produk pertanian agar tidak terjadi permasalahan dalam kegiatan pemasaran .










Tidak ada komentar:

Posting Komentar