Jumat, 14 November 2014

KELANGKAAN SUMBER DAYA LAHAN SEBAGAI AKIBAT KONVERSI LAHAN BERKEPANJANGAN




PENDAHULUAN
Sumber daya alam merupakan kekayaan bumi yang memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Sebagai salah satu sumber penting  pembiayaan pembangunan, sumber daya alam yang ada saat ini masih belum dirasakan manfaatnya secara nyata oleh sebagian besar masyarakat. Pengelolaan sumber daya alam tersebut belum memenuhi prinsip-prinsip keadilan dan keberlanjutan. Selain itu lingkungan hidup juga menerima beban pencemaran yang tinggi akibat pemanfaatan sumber daya alam dan aktivitas manusia lainnya yang tidak memperhatikan pelestarian lingkungan. Persebaran sumber daya alam tidak selamanya melimpah, ada beberapa sumber daya alam yang terbatas  jumlahnya, dan dalam proses pembentukannya membutuhkan jangka waktu yang relatif lama. Oleh sebab itu, ada dua jenis sumber daya alam yaitu sumber daya alam yang dapat di  perbaharui dan sumber daya alam yang tidak dapat di  perbaharui. Alam memiliki kemampuan untuk memberikan kehidupan bagi penduduk dunia. Potensi yang ada pada alam untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang sering disebut dengan natural resources bumi dengan segala isinya yang terkandung di dalamnya.
Sumber daya lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya.
Daerah perdesaan banyak memiliki lahan yang memiliki vegetasi yang rapat bila dibandingkan dengan perkotaan. Apabila daerah pedesaan berubah menjadi daerah perkotaan maka akan terjadi perubahan lingkungan yang besar. Beberapa tempat-tempat akan mengalami perkerasan, seperti pembangunan perumahan, infrastruktur dan bangunan lainnya merubah struktur tanah terutama pada permukaannya dan keadaan vegetasi semula. Dalam kondisi seperti ini laju infiltrasi air hujan masuk ke dalam tanah menjai rendah. Sebaliknya, air permukaan akan lebih banyak dibandingkan dengan air yang masuk ke dalam
tanah melalui infiltrasi.
Dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya (untuk jangka pendek) sehingga kelestariannya semakin terancam. Akibatnya, sumber daya lahan yang berkualitas tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini berimplikasi pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya. Dengan demikian, secara keseluruhan aktifitas kehidupan cenderung menuju sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang menurun. Di lain pihak, permintaan akan sumberdaya lahan terus meningkat akibat tekanan pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita
Alih fungsi lahan khususnya lahan pertanian yang tinggi disebabkan penerapan Rancangan Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) pemerintah kabupaten/kota kurang berpihak ke sektor pertanian. Kondisi ini juga menyebabkan menurunnya produksi pangan dan mengancam kondisi ketahanan pangan. Secara faktual, konversi lahan pertanian ke non pertanian bersifat irreversible, dalam arti bahwa lahan pertanian yang telah berubah fungsi untuk kepentingan non pertanian sangat kecil kemungkinannya untuk dapat dikembalikan menjadi lahan pertanian. Dalam kasus-kasus tertentu, konversi lahan sawah memang tak dapat dihindari. Meskipun demikian, sesungguhnya dapat diperkecil apabila ada komitmen yang kuat dari pemerintah. Berdasarkan uraian diatas perlu diketahui apa saja faktor yang mempengaruhi konversi lahan, bagaimana dampak dari konversi lahan serta bagaimana penyelesaiannya.

PEMBAHASAN
Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan. Pada bidang pertanian, lahan merupakan sumber daya yang sangat penting, baik bagi petani maupun bagi pembangunan pertanian. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa di Indonesia kegiatan pertanian masih bertumpu pada lahan (land based agricultuare activities). Akhir-akhir ini, sejalan dengan meningkatnya taraf hidup dan terbukanya kesempatan untuk menciptakan peluang kerja yang ditandai oleh banyaknya investor ataupun masyarakat dan pemerintah dalam melakukan pembangunan, semakin meningkat kebutuhan akan lahan. Peningkatan kebutuhan lahan didorong oleh peningkatan jumlah penduduk, sementara ketersediaan dan luas lahan bersifat tetap. Hal ini mengakibatkan terjadinya realokasi penggunaan lahan dari aktivitas yang kurang menguntungkan pada aktivitas yang lebih menguntungkan. Aktivitas yang selalu terancam terutama adalah aktivitas pertanian yang dinilai kurang menguntungkan dibanding aktivitas ekonomi lainnya (Catur et al, 2010).
Merujuk pada Undang-undang (UU) Nomor 41/2009 tentang PLP2B dan instruksi Menteri Pertanian RI, akhirnya Perda Perlindungan Lahan Pertanian ini didorong sebagai bentuk tindak lanjut. Sehingga upaya strategis pengendalian alih fungsi lahan pertanian dianggap perlu ditopang dengan produk hukum daerah, untuk menjamin tersedianya lahan pertanian yang cukup dan berkelanjutan, serta mencegah terjadinya alih fungsi lahan, menjamin akses masyarakat petani terhadap lahan pertanian. UU Perlindungan lahan pertanian itu dimaksudkan untuk menjaga agar tersedia cukup lahan untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh masyarakat. Selain itu, UU ini juga dimaksudkan agar lahan tanaman pangan yang produktif sekarang tidak beralih fungsi. Faktanya, jumlah lahan pertanian produktif terus mengalami penurunan. Setiap tahun, jumlah lahan pertanian produktif berkurang cukup banyak. Berkurangnya luas lahan pertanian produktif setiap tahunnya tidak sebanding dengan jumlah pencetakan lahan pertanian baru. Hingga saat ini, upaya rehabilitasi dan pencetakan lahan baru setiap tahun masih menghadapi banyak kendala serius (Taufiq, 2011).
Perubahan penggunaan lahan adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada kurun waktu yang berbeda. Perubahan penggunaan lahan dalam pelaksanaan pembangunan tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut terjadi karena dua hal, pertama adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin meningkat jumlahnya dan kedua berkaitan dengan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.
Alih fungsi (konversi) lahan merupakan perubahan spesifik dari penggunaan untuk pertanian ke pemanfaatan bagi non pertanian. Konversi lahan adalah berubahnya satu penggunaan lahan ke penggunaan lainnya, sehingga permasalahan yang timbul akibat konversi lahan banyak terkait dengan kebijakan tataguna tanah. Kegiatan konversi lahan memiliki beragam pola tertentu tergantung pada kebutuhan dari usaha konversi lahan. Pola konversi lahan dapat ditinjau dari beberapa aspek. Pertama, menurut pelaku konversi, yang dibedakan menjadi dua yaitu: 1) Alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan dan 2) Alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan. Pola konversi lahan yang ditinjau menurut prosesnya terbagi menjadi dua yaitu gradual dan seketika (Lestari dan Dharmawan, 2011).
Intensitas alih fungsi lahan masih sulit dikendalikan, dan sebagian besar lahan sawah yang beralih fungsi tersebut justru yang produktivitasnya termasuk kategori tinggi  dimana tingkat aplikasi teknologi dan kelembagaan penunjang pengembangan produksi telah maju. Proses alih fungsi lahan sawah pada umumnya berlangsung cepat jika akar penyebabnya terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan sektor ekonomi lain yang menghasilkan surplus ekonomi (land rent) yang jauh lebih tinggi, misalnya untuk pembangunan kawasan industri, kawasan perumahan, dan sebagainya atau untuk pemenuhan kebutuhan mendasar seperti prasarana umum yang diprogramkan pemerintah, atau untuk lahan tempat tinggal pemilik lahan yang bersangkutan. Dorongan-dorongan bagi terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian tidak sepenuhnya bersifat alamiah, tetapi ada juga yang secara langsung atau tidak langsung dihasilkan oleh proses kebijaksanaan pemerintah. Faktor-faktor pendorong terjadinya alih fungsi lahan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Faktor pertambahan penduduk yang begitu cepat berimplikasi kepada permintaan terhadap lahan pemukiman yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya jumlah penduduk akan mempengaruhi tingkat kebutuhan akan papan, hal tersebut akan memicu terjadinya pembukaan lahan baru yang akan dijadikan sebagai pemukiman baru. Saat ini banyak lahan-lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi pemukiman, sehingga menyebabkan berkurangnya luas lahan pertanian karena pembangunan pemukiman yang terjadi, tidak hanya di daerah yang memang layak dijadikan sebagai area pemukiman
2.    Faktor ekonomi yang identik dengan masalah kemiskinan. Masyarakat pedesaan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya melalui hasil penjualan kegiatan pertanian yang umumnya rendah, berusaha mencari bentuk usaha lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Untuk mendapatkan modal dalam memulai usahanya, petani pada umumnya menjual tanah yang dimilikinya. Masyarakat pedesaan beranggapan akan mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dari penjualan lahan pertanian untuk kegiatan industri dibandingkan harga jual untuk kepentingan persawahan. Di sisi lain pengerjaan lahan pertanian memerlukan biaya tinggi sedangkan hasil yang didapat hanya sedikit. Sehingga petani lebih memilih sebagian tanah pertaniannya untuk dijual untuk kegiatan non-pertanian.
3.    Faktor luar, yaitu pengaruh warga dari desa-kelurahan perbatasan yang telah lebih dahulu menjual tanah mereka kepada pihak Perseroan Terbatas (PT).
4.    Adanya perubahan rencana tata ruang wilayah, adanya kebijaksanaan arah pembangunan dan karena mekanisme pasar. Konversi lahan terjadi karena kurangnya pengertian masyarakat maupun aparat pemerintah mengenai tata ruang wilayah, atau rencana tata ruang wilayah yang sulit diwujudkan. Selain itu juga terdapat kebijakan pembangunan yang menekankan pada aspek pertumbuhan melalui kemudahan fasilitas investasi, maka perubahan penggunaan tanah dari pertanian ke nonpertanian terjadi secara meluas. Tiga kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian ialah:
a.       Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar.
b.      Kebijakan pembangunan permukiman skala besar dan kota baru. Akibat dari penerapan kebijakan ini ialah munculnya spekulan yang mendorong minat para petani menjual lahannya.
c.       Kebijakan deregulasi dalam hal penanaman modal dan perizinan sesuai Paket kebijakan Oktober Nomor 23 Tahun 1993 memberikan kemudahan dan penyederhanaan dalam memproses perizinan lokasi. Akibat kebijakan ini ialah terjadi peningkatan sangat nyata dalam hal permohonan izin lokasi baik untuk kawasan industri, permukiman skala besar, maupun kawasan pariwisata.

Konversi lahan telah menyebabkan perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Perubahan yang dimaksud berhubungan dengan perubahan struktur agraria, proses marginalisasi atau kemiskinan dan pelaku konversi (warga masyarakat) ‘tersubordinasi’ oleh pihak pemanfaat konversi. Secara khusus implikasi dari perubahan struktur agraria adalah perubahan pola penguasaan agraria, pola nafkah, pola hubungan produksi dan perubahan orientasi nilai terhadap sumberdaya agraria. Perubahan tersebut tidak lepas dari faktor konversi sebagaimana dijelaskan di atas. Dalam konteks ini dapat disimpulkan bahwa keterkaitan antara faktor konversi dan dampak yang diakibatkannya menunjukkan ‘ruang permasalahan agraria’. Dari ruang permasalahan agraria tersebut dapat diketahui bahwa konversi lahan telah meningkatkan keidak-adilan agraria (Sihaloho, et al. 2007).
 

Perubahan pada luas lahan usahatani sebagai akibat konversi lahan pertanian membuat perubahan pada kondisi sosial ekonomi petani. Konversi lahan pertanian umumnya membuat kesejahteraan petani menurun karena tidak adanya peningkatan akses pekerjaan non-petanian yang dapat menambah penghasilan petani. Konversi lahan pertanian juga menimbulkan berbagai masalah yaitu dapat menyebabkan adanya pergeseran struktur ketenagakerjaan dan penguasaan kepemilikan lahan pertanian serta adanya transformasi struktur ekonomi dari pertanian ke industri. Selain itu pendapatan petani akan semakin sedikit dan akan mengalami kesulitan untuk membiayai kebutuhan sehari-harinya. Alih fungsi berdampak pada produktivitas tanaman pangan khususnya untuk tahun-tahun berikutnya, sebab dengan beralih fungsinya tanah pertanian menyebabkan meningkatnya peluang produksi tanaman pangan yang hilang sehingga akan menyebabkan permasalahan pangan semakin besar dari tahun ke tahun atau bersifat progresif.
Penyebab terjadinya alih fungsi lahan pertanian bersifat multidimensi. Upaya pengendaliannya tidak mungkin hanya dilakukan melalui satu pendekatan saja. Mengingat nilai keberadaan lahan pertanian bersifat multi fungsi, maka keputusan untuk melakukan pengendalian, harus memperhitungkan berbagai aspek yang melekat pada eksistensi lahan itu sendiri. Hal tersebut mengingat lahan yang ada mempunyai nilai yang berbeda, baik ditinjau dari segi jasa  (service) yang dihasilkan maupun beragam fungsi yang melekat di dalamnya.
Pearce and Turner dalam Iqbal (2007), merekomendasikan tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus pengendalian  alih fungsi lahan sawah  yaitu melalui: (1)  regulation, (2) acquisition and management; dan (3) incentive and charge. Uraian singkat dari ketiga pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Regulation, melalui pendekatan ini pengambil kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan lahan yang ada. Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, dan sosial, pengambil kebijakan  bisa melakukan pewilayahan (zoning) terhadap lahan yang ada serta kemungkinan bagi proses alih fungsi. Selain itu, perlu mekanisme perizinan yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada dalam proses alih fungsi lahan. Pada tatanan praktisnya, pola ini telah diterapkan pemerintah melalui penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan pembentukan Tim Sembilan di tingkat kabupaten dalam proses alih fungsi lahan, tetapi pelaksanaan di lapang belum sepenuhnya konsisten menerapkan aturan yang ada.
2.    Acquisition and Management adalah melalui pendekatan ini pihak terkait perlu menyempurnakan sistem dan aturan jual beli lahan serta penyempurnaan pola penguasaan lahan  (land tenure system) yang ada guna mendukung upaya ke arah mempertahankan keberadaan lahan pertanian.
3.    Incentive and Charges, yaitu melalui pemberian subsidi kepada para petani yang dapat meningkatkan kualitas lahan yang mereka miliki, serta penerapan pajak yang menarik bagi yang mempertahankan keberadaan lahan pertanian, merupakan bentuk pendekatan lain yang disarankan dalam upaya pencegahan alih fungsi lahan pertanian. Selain itu, pengembangan prasarana yang ada lebih diarahkan untuk mendukung pengembangan kegiatan budidaya pertanian berikut usaha ikutannya.
Penerapan perundang-undangan dan peraturan pengendalian alih fungsi lahan saat ini kurang berjalan efektif ,  maka perlu diwujudkan suatu kebijakan alternatif. Kebijakan alternatif tersebut diharapkan mampu memecahkan kebuntuan pengendalian alih fungsi lahan sebelumnya. Adapun komponennya antara lain instrumen hukum dan ekonomi, zonasi, dan inisiatif masyarakat. Instrumen hukum meliputi penerapan perundang-undangan dan peraturan yang mengatur mekanisme alih fungsi lahan. Sementara itu, instrumen ekonomi mencakup insentif, disinsentif, dan kompensasi. Kebijakan pemberian insentif diberikan kepada pihak -pihak yang mempertahankan lahan dari alih fungsi.

PENUTUP
            Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan khususnya pada bidang pertanian. Alih fungsi lahan disebabkan oleh faktor pertambahan jumlah penduduk, faktor ekonomi, adanya pengaruh dari pihak lain, serta adanya kebijakan-kebijakan terkait tata ruang wilayah. Alih fungsi lahan akan berdampak pada produktifitas hasil pertanian yang berlanjut pada kuantitas ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan, dan aksesibilitas rumah tangga terhadap bahan pangan. Terdapat tiga pendekatan secara bersamaan dalam kasus pengendalian  alih fungsi lahan yaitu melalui regulation, acquisition and management; dan incentive and charge.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar