SRI merupakan singkatan dari System of
Rice Intensification, suatu sistem pertanian yang berdasarkan pada prinsip
Process Intensification (PI) dan Production on Demand (POD). SRI mengandalkan
optimasi untuk mencapai delapan tujuan PI, yaitu cheaper process (proses lebih
murah), smaller equipment (bahan lebih sedikit), safer process (proses yang
lebih aman), less energy consumption (konsumsi energi/tenaga yang lebih
sedikit), shorter time to market (waktu antara produksi dan pemasaran yang
lebih singkat), less waste or byproduct (sisa produksi yang lebih sedikit),
more productivity (produktifitas lebih besar), and better image (memberi kesan
lebih baik). SRI ditemukan oleh Pendeta Madagaskar Henri de Laulanie sekitar
tahun 1983 di Madagaskar.
a.
Teknik Budidaya dengan Metode SRI
1. Penyemaian
Pada tahap menyemai benih, kegiatan pertama adalah melakukan
seleksi benih untuk memilih dan menanam benih yang benar-benar baik.
Pengecekkan kualitas benih dapat dilakukan dengan menguji dalam air, benih yang
baik adalah benih yang tenggelam, sementara itu benih yang mengapung adalah
benih yang kurang baik, biasanya benih yang mengapung adalah benih yang kopong
ataupun benih yang telah tumbuh. Selanjutnya untuk memastikan benih yang
tenggelam tersebut benar benar baik, maka uji kembali benih tersebut dengan memasukannya
kedalam air yang sudah diberi garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji
benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur, maka telur akan terapung.
Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan
tersebut. Benih yang telah diuji lalu direndam dalam air biasa selama 24
jam kemudian ditiriskan dan diperam 2-3 hari ditempat yang lembab hingga keluar
calon tunas dan kemudian disemaikan pada media tanah dan kemudian pupuk
kompos sekitar sebanyak 10 kg. Setelah umur semai 7-12 hari benih padi
sudah siap ditanam.
2. Pengolahan
Lahan
Pengolahan lahan untuk penanaman padi sawah dilakukan dengan
cara dibajak dan dicangkul. Biasanya dilakukan minimal 2 kali pembajakan yakni
pembajakan kasar dan pembajakan halus yang diikuti dengan pencangkulan. Total
pengolahan lahan ini bisa mencapai 2-3 hari. Setelah selasai, aliri dan rendam
dengan air lahan sawah tersebut selama 1 hari. Perlu dipastikan keesokan
harinya benih yang telah disemai sudah siap ditanam, yakni sudah mencapai umur
7-12 harian, jika terlalu tua maka tanaman akan sulit beradaptasi dan tumbuh
ditempat baru (sawah) karena akarnya sudah terlalu besar.
3. Penanaman
Sebelum ditanam, lakukan pembuatan jarak tanam untuk tanaman
padi. Jarak tanam yang baik sesuai dengan metode SRI yakni tidak terlalu rapat,
biasanya 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm. Penanaman dilakukan dengan memasukkan satu
bibit pada satu lubang tanam. Penanaman tidak boleh terlalau dalam supaya akar
bias leluasa bergerak.
4. Perawatan
Pada budidaya padi dengan
metode SRI yang paling penting adalah menjaga aliran air supaya sawah tidak
tergenang terus menerus namun lebih pada pengaliran air saja. Setiap hari
petani biasanya melakukan control dan menutup serta membuka pintu air secara
teratur. Pengairan metode SRI adalah sebagai berikut:
·
Penanaman dangkal, tanpa digenangi air
hanya saja lahan harus basah hingga anakan sekitar 10-14 hari
·
Setelah itu, isi air untuk menghambat
pertumbuhan rumput dan untuk pemenuhan kebutuhan air dan melumpurkan tanah,
digenangi sampai tanah tidak tersinari matahari, stelah itu dilairi air saja.
·
Sekitar seminggu jika tidak ada
pertumbuhan yang signifikan dilakukan pemupukan, ketika pemupukan dikeringkan
dan galengan ditutup
·
Ketika mulai berbunga, umur 2 bulan,
harus digenangi lagi, dan ketika akan panen dikeringkan
Pemupukan biasanya
dilakukan pada 20 hari setelah tebar, pupuk yang digunakan adalah kompos
sekitar 175-200 kg. Ketika dilakukan pemupukan sawah dikeringkan dan pintu air
ditutup. Setelah 27 hari setelah tebar, aliri sawah secara bergilir antara
kering dan basah. Beberapa hama yang sering menyerang tanaman padi diantaranya
burung, walang sangit, wereng dan penyakit ganjuran atau daun menguning. Cara
penanganannya bisanya dengan cara manual, membuat orang-orangan sawah untuk hama
burung, penyemprotan dengan pestisida hayati seperti nanas, bawang putih dan
kipait atau gadung, serta untuk penyakit biasanya dengan cara mencabut dan
membakar tanaamna yang sudah terkena penyakit daun menguning. Untuk pencegahan
harus dilakukan penanaman secara serentak supaya hama dan penyakit tidak
datang, penggunaan bibit yang sehat, pengaturan air yang baik, dan dengan
melakukan sistem budidaya tanaman sehat yang cukup nutrisi dan vitamin sehingga
kekebalannya tinggi.
5. Panen
Padi mulai berbunga pada umur 2-3 bulan bulan dan bisa
dipanen rata-rata pada umur sekitar 3,5 sampai 6 bulan bulan, tergantung jenis
dan varietasnya. Pada luasan lahan 200 meter persegi, untuk padi yang berumur
pendek (3,5 bulan) biasanya diperoleh 2 kwintal gabah basah, setara dengan 1, 5
kuintal gabah kering atau 90 kg beras. Setelah dipanen, padi bisa dijual
langsung, atau juga dijemur dulu sekitar 1-2 hari baru kemudian dijual, atau
setelah dijemur digiling baru dijual berupa beras ataupun untuk dikonsumsi
sebagiannya.
b. Perbedaan budidaya padi konvensional dengan
padi metode SRI
No
|
Kegiatan
|
Sistem Konvensional
|
SRI
|
1
|
Pengolahan
tanah
|
Memakai tenaga
traktor/ sapi dengan urutan tanah dibajak, digaru, dan diratakan.
|
Memakai tenaga
traktor/ sapi dengan urutan tanah dibajak, digaru + disebari pupuk organik,
dan
diratakan.
|
2
|
Seleksi benih
|
- Tidak ada
teknik khusus
untuk menyeleksi
benih.
- Proses
persiapan benih
sebelum
disemaikan:
1. benih direndam
satu
hari satu malam,
2. benih diperam
dua
hari dua malam,
dan
3. benih siap disemaikan.
|
- Teknik khusus
untuk menyeleksi benih dengan larutan garam.
- Proses
persiapan benih sebelum disemaikan:
1. benih
berkualitas bagus dicuci untuk menghilangkan garam yang menempel,
2. benih diperam
selama dua hari, dan
3. benih siap disemaikan
|
3
|
Persemaian
|
Persemaian
langsung dibuat di lahan sawah dengan kebutuhan benih ± 34 - 45 kg per hektar
|
Persemaian
langsung di sawah atau dilakukan dengan menggunakan wadah, kebutuhan benih ±
5 - 7
kg per hektar
|
4
|
Perlakuan bibit
sebelum tanam
|
Bibit siap tanam
dicabut, akar dibersihkan dari tanah yang melekat, sebagian daun bibit
dipotong dan dibagi per ikatan untuk ditanam, bibit diistirahatkan selama 1
jam sampai 1 hari sebelum ditanam.
|
Bibit diangkat
bersama dengan tanah yang melekat pada akar dan langsung ditanam di sawah
|
5
|
Penanaman
|
- Umur bibit yang
siap ditanam adalah 18—25 hari setelah semai.
- Satu lubang
tanam berisi 5 -8 bibit tanaman.
- Bibit ditanam
dengan kedalaman ± 5 cm atau lebih.
|
- Umur bibit siap
ditanam 7-12 hari setelah semai.
- Satu lubang
tanam berisi 1 bibit tanaman.
- Bibit ditanam
dangkal ±
2-3 cm.
|
6
|
Pengairan
|
Lahan digenangi
air sampai
setinggi 5—7 cm
di atas
permukaan tanah
secara
terus menerus
|
Menggunakan pola
pengairan intermitten/ sawah tidak terus menerus digenangi air
|
7
|
Pemupukan
|
Menggunakan pupuk
Urea, TSP, dan KCl
|
Menggunakan pupuk
kandang/ bokashi yang diberi tambahan pupuk organik cair
|
8
|
Penyiangan
|
Menggunakan
herbisida untuk membuang gulma
|
Menggunakan
tenaga
manusia dan alat
bantu dengan mencabut gulma dan untuk memperbaiki struktur tanah.
|
9
|
Pengendalian
Hama
|
Menggunakan racun kimia
|
Menggunakan
pestisida
organik
|
c.
Kelebihan dan Kekurangan Metode SRI
1. Kelebihan
· Tanaman hemat air, selama
pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air maksimal 2 cm, paling
baik sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi
terputus).
· Hemat biaya, hanya butuh benih
5 kg per hektar. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan
biaya pindah bibit, tenaga tanam sedikit.
· Hemat waktu, ditanam bibit muda
5 – 12 hari setelah semai, dan waktu panen akan lebih awal.
· Produksi meningkat, di
beberapa tempat mencapai 11 ton per hektar.
· Ramah lingkungan, tidak
menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik
(kompos, kandang dan mikro-oragisme lokal), begitu juga penggunaan pestisida.
2. Kelemahan
·
Kurang cocoknya
dengan kondisi lingkungan, lingkungan organik, anorganik, ataupun sosial
budaya.
·
Kurangnya
kecocokan terhadap budaya masyarakat petani, terutama di lingkungan daerah
irigasi karena sistem pembagian air yang kurang baik.
·
Perlu perlakuan
yang lebih hati-hati, baik pada saat mengambil 1 bibit dari rumpun pembibitan
maupun saat pembenaman.